Kasus Mario; Rakyat Kesal Pajak, Indikasi Fraud Sistemik

Catatan: *ANDI SURYA*                Akademisi UMITRA Indonesia            Ketua ABP-PTSI Wil. Lampung

Perhatian masyarakat masih tertuju pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setelah mencuatnya kasus harta fantastis Rafael Alun Trisambodo, Kepala Biro Umum di Ditjen Pajak, sebesar Rp 56,1 miliar. Namun, Rafael telah dicopot dari jabatannya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhir pekan lalu, (CNBC Indonesia, 27/02/2023).

Berlarut-larutnya masyarakat menyorot kasus penganiayaan Mario Dandy terhadap David, tidak lain karena latar belakang gaya hidup hedon keluarga Rafael Alun Trisambodo. Bagaimana mungkin seorang PNS pejabat eselon II bisa memiliki harta hingga Rp 56,1 miliar dengan berbagai kendaraan mahal serta rumah mewah diberbagai lokasi, belum lagi perilaku hedon istri dari Rafael yang kerap memamerkan kemewahan dalam media sosial.

Lagi-lagi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati geram melihat video dan foto Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo dan sejumlah karyawan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengendarai motor besar atau motor gede (moge) viral di media sosial (medsos). Sri Mulyani meminta agar klub moge BlastingRijder DJP dibubarkan karena menimbulkan persepsi negatif masyarakat dan menimbulkan kecurigaan sumber kekayaan pegawai DJP, (BeritaSatu, 22/02/2023).

*Rakyat Kesal*

Rakyat dibuat kesal, karena rakyat diwajibkan bayar pajak dengan segala konsekwensi terhadap kewajiban tersebut. Kekesalan rakyat bukan karena kewajiban pajak yang harus dipenuhi tetapi rakyat kesal karena menduga banyak terjadi penyelewengan dalam proses penarikan pajak. Sudah menjadi rahasia umum jika terdapat dugaan kongkalikong antara wajib pajak dengan oknum petugas pajak, perilaku koruptif.

Dugaan kongkalikong inilah yang menjadi relasi kekesalan rakyat dengan apa yang terjadi dalam kasus Mario Dandy yang kerap mempertontonkan kemewahan di media sosialnya. Mungkin bukan karena tindakan penganiayaan Mario terhadap David, tetapi latar hedonisme itulah penyebab rakyat kesal.

Rakyat susah-susah bayar pajak tetapi oknum aparat pajak hidup mewah bagai sultan, padahal jika ditilik dari penghasilan tidak mungkin aparat PNS bisa memiliki sekian rumah mewah dengan berbagai kendaraan mahal di dalamnya.

*Mewah Hedonis*

Bagaimana oknum-oknum aparat pajak bisa bisa hidup mewah bahkan cenderung hedonis. Meskipun tunjangan kinerja (tukin) aparat pajak paling tinggi dari seluruh PNS di Indonesia, tetapi tentu belum memungkinkan seorang aparat pajak bisa hidup mewah seperti keluarga Mario Dandy. Oleh karenanya seluruh masyarakat menuding ada sesuatu masalah di tubuh DJP sehingga oknum aparat pajak bisa hidup hedonis seperti sultan.

Lalu, ketika kita dipertontonkan oleh Dirjen Pajak, Suryo Utomo, menunggang Moge bersama klub moge BlastingRijder Djp yang isinya adalah PNS kantor pajak bisa-bisanya memamerkan motor-motor gede yang harga dipasaran mencapai ratusan juta rupiah. Tentu ini menimbulkan kecurigaan terhadap pegawai kantor pajak. Rakyat merasa membayar pajak tetapi seolah-oleh oknum aparat pajak menunggangi kewenangan menarik pajak untuk memperkaya diri.

Jika menilik kewenangan pajak yang ada di instansi perpajakan, bukan hanya target pajak negara yang menjadi sasaran, bisa jadi target meraup dana pajak dengan kesempatan ‘fraud kongkalikong’ dengan wajib pajak dicurigai juga menjadi sumber perilaku koruptif. Jika benar dugaan ini, maka dari sinilah oknum-oknum aparat pajak bisa hidup mewah dan hedonis.

*Fraud Sistemik*

fraud adalah serangkaian ketidakberesan (irregularities) dan perbuatan melawan hukum (illegal act) yang dilakukan oleh suatu pihak guna mendapatkan keuntungan pribadi, (OCBCNISP, 23/03/2022).

Fraud yang tersistem merupakan fraud sistemik yang menempel pada sebuah institusi atau lembaga, di mana fraud ini belangsung melalui pola-pola yang membentuk sistem kerja untuk korupsi, pencucian atau penggelapan uang, pencurian data atau penyimpanan aset.

Maraknya kasus-kasus pajak yang melibatkan oknum aparat pajak, kita ingat peristiwa Gayus Tambunan tahun 2010, usia 31 tahun belum 10 tahun bekerja di kantor pajak, aparat hukum menyita Rp 74 milyar dari rekening bank Gayus. Denok Taviperiana sempat menghebohkan publik pada tahun 2013 karena dugaan kepemilikan rekening gendut.

Dia diciduk Bareskrim Polri di rumah mewahnya di Jalan Rawamangun III Nomor 15, Kompleks PJKAI, Rawamangun, Jakarta Timur. Kasus tersebut di bermula dari kasus suap untuk memuluskan restitusi pajak sebesar Rp 21 miliar, terlibat pula dalam kasus pencucian uang, rumah dan mobil milik PNS pajak Denok Taviperiana pun ikut disita, salah satunya sebuah villa di Cipanas.

Handang Soekarno terbukti bersalah menerima suap Rp 1,9 miliar dari Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair. Mantan penyidik Ditjen Pajak (PNS Pajak), Handang Soekarno, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Hukuman tersebut lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, yaitu 15 tahun penjara. Dan, lebih banyak kasus-kasus fraud yang melibatkan aparat pajak, ini mau tak mau mengindikasikan adanya fraud sistemik.

Semua masalah korupsi pajak serta kongkalikong dengan wajib pajak tentu tidak bisa dipungkiri jika tidak terjadi indikasi fraud tersistem di dalam tubuh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Seorang Gayus, Denok maupun Handang, dan lainnya, tentu memiliki jaringan fraud sistemik sehingga mereka bisa berbuat leluasa melalukan penggelapan pajak dengan aneka teknis perpajakan.

Bagaimana pun bagusnya sistem kerja perpajakan di tubuh DJP, termasuk pemberian tukin yang lebih besar dibanding PNS lainnya dan pengawasan melekat dari pimpinan, jika mental fraud masih bersemayam dalam karakter aparat perpajakan, maka fraud sistemik ini bisa saja membesar dan menjadi monster bagi Kementerian Keuangan.

*Kesimpulan*

Hal yang perlu dilakukan oleh Kementerian Keuangan adalah, tidak hanya cukup membubarkan Klub Moge BlastingRijder Djp yang di dalamnya ada Dirjen DJP Suryo Utomo dan pegawai DJP lainnya, atau juga mengusut harta kekayaan Rafaul Alun ayah Mario, atau juga melarang pegawai pajak mempertontonkan kemewahan, tetapi yang paling penting, yaitu, lakukan pembenahan mental, karakter dan pengabdian.

Bahwa Pajak merupakan darah bagi keberlangsungan sistem NKRI, maka harus disadari sekecil apapun nilai pajak akan menyumbang proses pembangunan bangsa ini. Tidak boleh seorang pun termasuk pegawai kantor pajak melalukan fraud terhadap keluhuran sistem perpajakan negara dan bangsa karena di dalamnya ada nasib seluruh rakyat Indonesia. Salam taat pajak 🙏

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *